Selasa, 23 November 2010

JAS TEUKU UMAR

mantel. Teuku Umar (1840-1899) adalah salah satu pahlawan terbesar dari oposisi sejarah Indonesia. Dia berjuang selama perang di Aceh awalnya Belanda, tapi pada 1893 memilih pihak mereka. Ia memenangkan kepercayaan Belanda, tapi sebenarnya mencoba memperkuat dominasinya. Pada 1896 ia membelot dan membawa pasukan dan senjata untuk melawan Belanda lagi. Dia akhirnya pada tahun 1899 disergap dan dibunuh. Di kota-kota Indonesia banyak jalan-jalan namanya.

Dia menyebut dirinya Teukoe Umar Djohan, Johan yang heroik. judul-Nya disebut: Teukoe Djohan Pahlawan Panglima Besar mala Pemerintah atau: Johan yang heroik, pahlawan pahlawan besar dari Pemerintah. Jaket pada tahun 1930 oleh putra Teuku Umar: Teuku Raja Lehman dibayarkan kepada mantan pemilik Mr FW Stammeshaus


Versi Ori :

Quote:
jas. Teuku Umar (1840-1899) is een van de grootste verzetshelden uit de Indonesische geschiedenis. Hij bestreed tijdens de oorlog in Atjeh aanvankelijk de Nederlanders, maar koos in 1893 hun kant. Hij won het vertrouwen van de Nederlanders, maar was feitelijk bezig om zijn eigen machtspositie te versterken. In 1896 deserteerde hij en nam manschappen en wapens mee om de Nederlanders weer te bestrijden. Hij werd uiteindelijk in 1899 in een hinderlaag gelokt en gedood. In een groot aantal Indonesische steden zijn er straten naar hem vernoemd.

Hij noemde zich Teukoe Oemar Djohan, Johan de heldhaftige. Zijn titel luidde ook wel: Teukoe Djohan Pahlawan Panglima Prang Besar Gouvernement of te wel Johan de heldhaftige, de grote heldenstrijder van het Gouvernement. Het jasje is in 1930 door de zoon van Teuku Umar: Teuku Raja Lehman geschonken aan de voormalige eigenaar de heer F.W. Stammeshaus.

sumber: http://www.kaskus.us/showpost.php?p=278413255&postcount=917

Jembatan di atas sungai di Indrapoeri, Aceh

Kamis, 18 November 2010

Tarian Seudati jaman dulu

Panglima Polem beserta utusan dari daerah idi


Panglima Polem

undefined

Museum Aceh dahulu kala 1870

undefined

Bangsawan aceh

undefined

Jembatan Krueng Cut

undefined

Orang kampung

undefined

Jago pedang (klewang)

undefined

Hulu balang

undefined

PETA ACEH TEMPO DULU



yang lebih besar ada di :    http://img4.imageshack.us/img4/9195/buatdikoleksi.jpg

Pasar te Kota Radja in Atjeh 1890

undefined

Station te Koetaradja 1895

undefined
undefined
undefined

CUT NYAK DHIEN

Jumat, 12 November 2010

Alat Musik Tradisional ACEH

SERUNE KALEE
SERUNE KALEE
Serune Kalee adalah instrumen tiup tradisional Aceh yaitu sejenis Clarinet terutama terdapat di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, dan Aceh Barat. Alat ini terbuat dari kayu, bagian pangkal kecil serta di bagian ujungnya besar menyerupai corong. Di bagian pangkal terdapat piringan penahan bibir peniup yang terbuat dari kuningan yang disebut perise.
Serune ini mempunyai 7 buah lobang pengatur nada. Selain itu terdapat lapis kuningan serta 10 ikatan dari tem­baga yang disebut klah (ring) serta berfungsi sebagai penga­manan dari kemungkinan retak/pecah badan serune terse­but. Alat ini biasanya digunakan bersama genderang clan rapai dalam upacara-upacara maupun dalam mengiringi tarian-tarian tradisional.
 
 
GENDANG (GEUNDRANG)
gendrangGendang terdapat hampir di seluruh daerah Aceh. Gen­dang berfungsi sebagai alat musik tradisional, yang bersama-­sama dengan alat musik tiup seurune kalee mengiringi setiap tarian tradisional baik pada upacara adat maupun upacara iainnya.
Alat ini terbuat dari kayu nangka, kulit kambing dan rotan. Pembuatan gendang yaitu dengan melubangi kayu nangka yang berbentuk selinder sedemikian rupa sehingga badan gendang menyerupai bambam. Pada permukaan lingkarannya (kiri-kanan) dipasang kulit kambing, yang sebelumnya telah dibuat ringnya dari rotan dengan ukuran persis seperti ukuran lingkaran gen­dangnya.
Sebagai alat penguat/pengencang permukaan kulit dipakai tali yang juga terbuat dari kulit. Tali ini menghubungkan antara kulit gendang yang kanan dengan kiri. Alat pemukul (stick) gendang juga dibuat dari kayu yang dibengkakkan pada ujungnya yaitu bagian yang dipukul ke kulit.
 
 
RAPAI
Rapai Geleng-2
Rapai merupakan sejenis alat instrumen musik tradisio­nal Aceh, sama halnya dengan gendang. Rapai dibuat dari kayu yang keras (biasanya dari batang nangka) yang setelah dibulatkan lalu diberi lobang di tengahnya. Kayu yang telah diberi lobang ini disebut baloh. Baloh ini lebih besar bagian atas dari pada bagian bawah. Bagian atas ditutup dengan kulit kambing sedangkan bawahnya dibiarkan terbuka. Penjepit kulit atau pengatur tegangan kulit dibuat dari rotan yang dibalut dengan kulit. (Penjepit ini dalam bahasa Aceh disebut sidak).
Rapai digunakan sebagai alat musik pukul pada upa­cara-upacara terutama yang berhubungan dengan keagama­an, perkawinan, kelahiran dan permainan tradisional yaitu debus. Memainkan rapai dengan cara me­mukulnya dengan tangan dan biasanya dimainkan oleh kelompok (group). Pemimpin permainan rapai disebut syeh atau kalipah.

Selasa, 09 November 2010

Lirik lagu << Daerah Aceh >>

Daerah Aceh Tanoh Lon sayang
Nibak tuempat nyan lon udep matee....  2x   
Tanoh kenuebah indatu moyang
Lampoh deungon blang luah beukon le.... 2x

     Keureuja udep na so petimang
     Na so peuseunang keureuja mate.... 2x
     Hate nyang susah lon rasa seunang
     Aceh lon sayang sampo an matee.... 2x

Hikayat Prang Sabi

Subhanallah wahdahu wabihamdihi.
Khalikul badri wallaili A'zawajallah.
Ulön pujoe pòe sidroe po syukur keu rabbi yaa aini.
Keu Kamoe Neubri beu suci Aceh Mulia.

       Tajak prang musöh beuruntoeh dum sitre Nabi.
      Yang meu ungki keu Rabbi keu poe yg Esa. Meusö han tèm prang cit
       malang ceulaka tubh rugö roh.
       Syuruga tan roh rugo roh bala Neurka.

Meusoe yang tem prang cit meunang meutuah tuböh.
Syuruga Lusòh yg that röh Geubri keu gata.
Lindung gata seugala yg Mujahidn Mursalin.
Tip2 mukim iklim Aceh Sumatra.

      Yg Meubahgia seujahtra syahid dalam prang.
      Allah Neupulang Dendayang Budiadari.
      Hoka siwa sirawa syahid dlm prang dan meunang.
      Di peurab rijang bak Cutbang salèem Lée Neubri.

Salam A'laikom-2 Tgk Meutuah.
Katröh Neulangkh ya Allah Keunoe bak Kamöe.
Amanah Nabi lah Nabi hana Neu ubah-2.
Syuruga Indh ya Allah pahlwn Prang sabi.

      Ureung binöe lah Binöe geumøe meu kiaaam.
      Aneuk jak lam prang peutmng amanh Nabi. Meubek tataköet tasuröet
      aneuk seunapan bangswn.
      Aneuk meuriam ya Allah atra sipai.

Ureung yg syahd lahsyahd bek ta kheun matée.
Beuthat beu tanlée ya Allh nyawöeng lam badan.
Ban sarée keunöng lahkeunöng senjt kafe lahkafe.
Keu nan teuka lée ya Allah peumud seudang.

      Budiadari meunanti di döeng di pandang.
      Dipréeh CutAbang jak meucang dlm prang sabi.
      Hoka judöe rakn eoe syahd dlm prang dan seunang.
      Dipeurb rijang peutaméeng syurga tinggi.

Dimat kipah lahkipah saböh bak jaröe.
Dipréeh judöe wöe ya Allah dlm prang sabi.
Geucok disinan disinn geuba u-dalam u-dalam.
Di peuduek sajan ya Allah ateuh kurusi.

      Ngon ija putéeh lahputéeh Geusampöh darah.
      Ngon ija mirah lahmirah Geusampöh gaki.
      Rupa Geuh putéeh lahputéeh sang2 buléen trang di awan.
      Watée tapandang ya Allah seunang lam hatée.

Darah yg hanyi lahhanyi gadöh di badan.
Geu ubah lée Tuhan ya Allah dg kasturi.
Dikamöe Aceh lahAceh darah peujuang peu-juang.
Neubri beurijang ya Allah Aceh Mulia.

Rabu, 03 November 2010

Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda (Aceh, 1593 atau 1590 – 27 Desember 1636) merupakan sultan yang paling besar dalam masa Kesultanan Aceh, yang berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636. Aceh mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, dimana daerah kekuasaannya yang semakin besar dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran tentang Islam.

Sultan Mahkota Alam Aladdin Syahjohan ( Al Qahhar ) yang disebut juga dengan Sultan Iskandar Muda memiliki banyak gelar, diantaranya Darmawangsa, Perkasa Alam, Tun Pangkat dan setelah semakin berkembangnya wilayah kerajaan Aceh maka beliau pun bergelar Mahkota Alam.

Keluarga dan masa kecil

Asal usul

Dari pihak leluhur ibu, Iskandar Muda adalah keturunan dari Raja Darul-Kamal, dan dari pihak leluhur ayah merupakan keturunan dari keluarga Raja Makota Alam. Darul-Kamal dan Makota Alam dikatakan dahulunya merupakan dua tempat pemukiman bertetangga (yang terpisah oleh sungai) dan yang gabungannya merupakan asal mula Aceh Darussalam. Iskandar Muda seorang diri mewakili kedua cabang itu, yang berhak sepenuhnya menuntut takhta.[2]

Ibunya, bernama Putri Raja Indra Bangsa, yang juga dinamai Paduka Syah Alam, adalah anak dari Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10; dimana sultan ini adalah putra dari Sultan Firman Syah, dan Sultan Firman Syah adalah anak atau cucu (menurut Djajadiningrat) Sultan Inayat Syah, Raja Darul-Kamal.[2]

Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan upacara besar-besaran dengan Sultan Mansur Syah, putra dari Sultan Abdul-Jalil, dimana Abdul-Jalil adalah putra dari Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahhar, Sultan Aceh ke-3.[2]

Pernikahan

Sri Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dengan seorang Putri dari Kesultanan Pahang. Putri ini dikenal dengan nama Putroe Phang. Konon, karena terlalu cintanya sang Sultan dengan istrinya, Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu Sultan membangun Gunongan untuk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.

Masa kekuasaan

Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda yang dimulai pada tahun 1607 sampai 1636, merupakan masa paling gemilang bagi Kesultanan Aceh, walaupun disisi lain kontrol ketat yang dilakukan oleh Iskandar Muda, menyebabkan banyak pemberontakan di kemudian hari setelah mangkatnya Sultan.

Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau. Kekuasaan Aceh pula meliputi hingga Perak.

Ketika Iskandar Muda mulai berkuasa pada tahun 1607, ia segera melakukan ekspedisi angkatan laut yang menyebabkan ia mendapatkan kontrol yang efektif di daerah barat laut Indonesia. Kendali kerajaan terlaksana dengan lancar di semua pelabuhan penting di pantai barat Sumatra dan di pantai timur, sampai ke Asahan di selatan. Pelayaran penaklukannya dilancarkan sampai jauh ke Penang, di pantai timur Semenanjung Melayu, dan pedagang asing dipaksa untuk tunduk kepadanya. Kerajaannya kaya raya, dan menjadi pusat ilmu pengetahuan.[3]

Kontrol di dalam negeri

Menurut tradisi Aceh, Iskandar Muda membagi wilayah Aceh ke dalam wilayah administrasi yang dinamakan ulèëbalang dan mukim; ini dipertegas oleh laporan seorang penjelajah Perancis bernama Beauliu, bahwa "Iskandar Muda membabat habis hampir semua bangsawan lama dan menciptakan bangsawan baru." Mukim1 pada awalnya adalah himpunan beberapa desa untuk mendukung sebuah masjid yang dipimpin oleh seorang Imam (Aceh: Imeum). Ulèëbalang (Melayu: Hulubalang) pada awalnya barangkali bawahan-utama Sultan, yang dianugerahi Sultan beberapa mukim, untuk dikelolanya sebagai pemilik feodal. Pola ini djumpai di Aceh Besar dan di negeri-negeri taklukan Aceh yang penting.

Hubungan dengan bangsa asing

Inggris

Pada abad ke-16, Ratu Inggris, Elizabeth I, mengirimkan utusannya bernama Sir James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan mengirim surat yang ditujukan: "Kepada Saudara Hamba, Raja Aceh Darussalam." serta seperangkat perhiasan yang tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu menerima maksud baik "saudarinya" di Inggris dan mengizinkan Inggris untuk berlabuh dan berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim hadiah-hadiah yang berharga termasuk sepasang gelang dari batu rubi dan surat yang ditulis di atas kertas yang halus dengan tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih".

Sultan Aceh pun membalas surat dari Ratu Elizabeth I. Berikut cuplikan isi surat Sultan Aceh, yang masih disimpan oleh pemerintah kerajaan Inggris, tertanggal tahun 1585:

I am the mighty ruler of the Regions below the wind, who holds sway over the land of Aceh and over the land of Sumatra and over all the lands tributary to Aceh, which stretch from the sunrise to the sunset.

(Hambalah sang penguasa perkasa Negeri-negeri di bawah angin, yang terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatra dan atas seluruh wilayah wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam).

Hubungan yang mesra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah untuk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dengan nama Meriam Raja James.

Belanda

Selain Kerajaan Inggris, Pangeran Maurits – pendiri dinasti Oranje– juga pernah mengirim surat dengan maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dengan mengirimkan rombongan utusannya ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid.

Rombongan inilah yang dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang singgah di Belanda. Dalam kunjungannya Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhirnya meninggal dunia. Beliau dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dengan dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun karena orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam, maka beliau dimakamkan dengan cara agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam beliau terdapat sebuah prasasti yang diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Mulia Ratu Beatrix.

Utsmaniyah Turki

Pada masa Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengirim utusannya untuk menghadap Sultan Utsmaniyah yang berkedudukan di Konstantinopel. Karena saat itu Sultan Utsmaniyah sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lamanya sehingga mereka harus menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan untuk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada akhirnya ketika mereka diterima oleh sang Sultan, persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yang cakap dalam ilmu perang untuk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dengan nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjutnya Sultan Ottoman mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Aceh.

Perancis

Kerajaan Aceh juga menerima kunjungan utusan Kerajaan Perancis. Utusan Raja Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yang sangat berharga bagi Sultan Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut pecah. Akhirnya mereka mempersembahkan serpihan cermin tersebut sebagai hadiah bagi sang Sultan. Dalam bukunya, Denys Lombard mengatakan bahwa Sultan Iskandar Muda amat menggemari benda-benda berharga.[2]

Pada masa itu, Kerajaan Aceh merupakan satu-satunya kerajaan Melayu yang memiliki Balee Ceureumeen atau Aula Kaca di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis tersebut, Istana Kesultanan Aceh luasnya tak kurang dari dua kilometer. Istana tersebut bernama Istana Dalam Darud Donya (kini Meuligo Aceh, kediaman Gubernur). Di dalamnya meliputi Medan Khayali dan Medan Khaerani yang mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda juga memerintahkan untuk memindahkan aliran Sungai Krueng Aceh hingga mengaliri istananya (sungai ini hingga sekarang masih dapat dilihat, mengalir tenang di sekitar Meuligoe). Di sanalah sultan acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.

sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Iskandar_Muda_dari_Aceh
http://kesultananasahan.com/Sultan%2...ota%20Alam.htm
http://acehpedia.org/Sultan_Iskandar_Muda

Mengenang dan Mengenal (alm) Seulawah NAD Air

Seulawah NAD Air
Seulawah Nad Air merupakan sebuah maskapai penerbangan yang berbasis di Jakarta Pusat, Indonesia. Maskapai ini mengoperasikan penerbangan domestik dan internasional.

Data Kode:
Kode ICAO: NAD
Panggilan: Seulawah


Sejarah
Berawal dari keinginan pemerintah Aceh untuk mengulang kesuksesan dan kejayaan Maskapai yg menjadi bagian dari Kemerdekaan RI, setelah 54 tahun pembelian pesawat RI 001 Seulawah yang tinggal replikanya teronggok di Lapangan Blangpadang Banda Aceh, atau "bangkai" aslinya yang dipajang di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, lahir kembali "Seulawah NAD Air," yang merupakan pengulangan sejarah.Maskapai penerbangan ini didirikan pada September 2002, tetapi mengakhiri penerbangannya pada 21 Maret 2003.

Pada 2005, sebuah investor nasional disiapkan untuk membayar hutang Seulawah Nad Air, dimiliki oleh administrasi provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dan menghidupkan kembali operasinya setelah menandatangani sebuah MoU. Setelah ditandatangani, kebanyakan hutang telah dibayar dan maskapai ini dioperasikan oleh manajemen baru. Dibawah manajemen lama, maskapai ini mengalami kerugian yang besar dan tidak diperbolehkan mengoperasikan 2 pesawat Boeing 737-200nya


Pencabutan Izin terbang
Tepat tanggal 26 Juni 2009, Surat Izin Usaha Penerbangan (SIUP) 27 maskapai penerbangan dinyatakan expired (kadaluarsa). Akibatnya ke-27 maskapai tersebut dilarang melakukan kegiatan operasional karena terkena ketentuan dalam Pasal 119 ayat 1, UU No 1/2009 tentang Pernerbangan

Diantara 27 Maskapai tersebut 16 Maskapai penerbangan berjadwal yang SIUP-nya kadaluarsa dan 11 Maskapai penerbangan tidak terjadwal yang memiliki SIUP kadaluarsa. Diantara 16 maskapai penerbangan berjadwal yg SIUP-nya kadaluarsa dan dicabut izinnya adalah PT Seulawah NAD Air.


Kota Tujuan
Pada Januari 2005, Seulawah Nad Air mengoperasikan penerbangan yang menghubungkan Banda Aceh dengan Medan dan Jakarta dan Penang di Malaysia.

Untuk tahap pertama, Seulawah NAD Air yang berwarna putih dengan garis tipis membelah badannya yang berwarna merah, hijau, dan kuning ini diawaki oleh dua orang pilot, dua orang co-pilot, dan 27 pramugara dan pramugari.

Seulawah NAD Air setiap harinya melayani dua kali penerbangan ke jalur tersebut dan dijadwalkan dalam dua kali seminggu juga melayani penerbangan jalur Banda Aceh - Penang, Malaysia, pulang-pergi.


Harga Ticket
Harga ticket yang berlaku pada saat itu dari Banda Aceh ke Medan dengan lama penerbangan sekitar 45 menit tercatat antara Rp400 ribu - Rp800 ribu.

Sementara tiket pesawat Medan-Jakarta dengan lama penerbangan satu jam 45 menit hanya berkisar antara Rp450 ribu dan Rp700 ribu.


Itulah salah satu bagian dari sejarah maskapai penerbangan kebanggaan Aceh (buat yang bangga aja ya..) setelah SEULAWAH RI 001, tp sayang kini hanya tinggal nama... 



sumber

Salam Pembuka

Assalamu'alaikum.....

Hai Aneuk-aneuk nanggroe... saleum bak kamo seuot beurata.....
Ni merupakan pertama kalinya blog ini saya buat... tujuan saya membuat blog ini hanya lah untuk mengenang kembali sejarah2 aceh melalui foto foto peninggalan sejarah zaman...


Mohon bantuanya dari teman2... Salam Hangat saya.....
Wassalamu'alaikum wr.wb....